Saturday, January 19, 2008

UNCONDITIONAL LOVE


Kayaknya topik berat nih! Masalah CINTA… yang begitu sulit untuk dijelaskan karena cinta memang lebih mudah untuk dirasakan daripada dijelaskan dengan kata-kata. Saking sulitnya, bahkan cinta itu sulit untuk dibuktikan. Really?!?!?!? Setidaknya ini kan pendapatku, boleh dong aku berpendapat, sebelum semuanya dilarang di negeriku tercinta Indonesia ini.

Aku cuma mau memberikan contoh kenapa aku mengatakan bahwa cinta itu sulit dibuktikan. Contohnya: ada cowok yang suka ngelarang ceweknya, nggak boleh pake rok minilah, nggak boleh keluar rumah sendirilah, nggak boleh potong rambutlah, dan berbagai macam larangan yang udah garing banget menurutku. Dan si cewek harus mematuhi larangan itu untuk membuktikan cintanya, karena si cowok juga mengeluarkan larangan itu atas nama cinta (ceileee… romantis amir jek!). Yang bener?!?!?!?
Apakah itu bukan salah satu bentuk penjajahan yang mengatas namakan cinta? Dan penjajahan diatas dunia harus dihapuskan!

Ada juga cewek yang ngelarang cowoknya ngerokok, ato harus mengurangi hobby ngeband bareng temen-temen bandnya, atas nama cinta dan (ceritanya nih) perhatian sama kesehatan tuh cowok. Apakah itu bukti dari cinta?
Nggak juga (itu menurut aku). Itu kan cuma sarana si cewek untuk menunjukan kuasanya atas diri si cowok.

Cinta nggak bisa diukur dengan hal-hal yang nggak jelas batasannya seperti itu. Dan kayaknya belum ada patokan didunia ini yang dibuat untuk mengukur dalamnya cinta seseorang. Emangnya kalo nurut berarti cinta? Trus pihak yang mengeluarkan larangan cinta nggak tuh sama pihak yang dilarang? Gimana kalo dibalik…kalo cinta kita nggak boleh egois, dan kita harus berusaha menerima orang yang (katanya) kita cintai itu apa adanya. Kalo bahasa BalinyaJust the Way you are. Sadar nggak, sangat sulit untuk merubah seseorang, kecuali orang itu memang mau berubah dari dalam hatinya yang paliiinnnggg dalam, yang dalamnya kita nggak pernah tau.

Katanya kalau kita benar-benar mencintai seseorang maka kita akan berusaha membuat orang yang kita cintai itu bahagia. Nah lho, gimana mau bahagia kalo kita penuh dengan larangan? Bisa-bisa orang yang kita cintai itu jadi pasien psikiater karena stress dengan larangan-larangan kita yang “in the name of love” itu.

C i n t a, adalah sesuatu yang sangat indah dan mulia yang diciptakan Tuhan untuk membuat seluruh makhluk hidup yang ada di jagad raya ini berbahagia, hidup dalam kedamaian. Apalagi kalau kita bisa mencintai dengan tanpa syarat. Ya..seperti kata orang Bali tadi, "I love you just the way you are”.

Aku pernah jatuh cinta pada seseorang. Beberapa teman heran dekatku bertanya bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta pada orang itu. Jawabku karena aku melihat apa yang tidak mereka lihat. Dimataku dia sangat istimewa dan punya segudang kelebihan walaupun kekurangannya juga segudang yang nggak kalah besar ukuranya. Bersamanya aku bisa berbagi suka, duka, dan impian. Dia adalah seorang teman yang baik walaupun dia perokok berat dan super cuek. Waktu aku tanya sejarah kenapa dia bisa menjadi seorang perokok berat gitu aku jadi tau bahwa dia juga sudah berusaha untuk berhenti merokok, dan aku juga tau betapa sulitnya untuk berhenti merokok buat dia. Aku nggak mau meninggalkan dia karena dia nggak bisa berhenti merokok. Aku nggak mau memaksa dia, karena aku tau kemampuannya, dan aku sudah berjanji untuk menerima dia apa adanya, walaupun dengan bau tembakau di sekujur tubuhnya. Aku tetap mencintainya.

Pada saat aku mengijinkan dia masuk ke dalam hidupku, aku berjanji pada diriku untuk menerima dia apa adanya… konsekwensinya, walaupun dia lebih sering membuat aku menangis daripada tertawa, tapi setiap tawa yang dia ciptakan untuku mampu menghapus seratus tangisan yang sudah kutumpahkan.
Walaupun dia tidak bisa memenuhi janjinya padaku, aku tidak membencinya.
Karena aku mencintainya pada saat dia membuatku tertawa, dan tetap mencintainya pada saat dia membuatku menangis. Karena cintaku tanpa syarat (atau karena aku ini manusia bodoh?!?). Lho, kok jadi nggak jelas gini, sih?

Apakah unconditional LOVE = TRUE LOVE?!?!?!?

Banyak juga orang yang sok pengertian dan sok mencintai apa adanya. Ada cerita tentang seorang pria, dia digandrungi banyak wanita karena dia memang seorang teman yang sangat menyenangkan. Akibatnya, istrinya dirumah jadi bete. Tuntutan pekerjaan yang mengharuskan mereka tinggal terpisah menjadikan ujian untuk membuktikan kekuatan cinta masing-masing menjadi lebih berat. Suatu saat pria kebablasan, dia punya hubungan yang lebih dari teman dengan wanita lain. Sakit hati pada si suami, si istri lantas berteman mesra dengan laki-laki lain. Kalo elu bisa, kenapa gua nggak? Gitu kali yee mikirnya..
Eh...saat si suami tau kalo istrinya punya PIL, si suami lantas murka, merasa nggak dihargai istri lah, bilang si istri nggak bisa jaga nama baik suami lah, dan entah apa lagi, pokoknya si laki-laki merasa harga dirinya dilukai. Akhirnya mereka jadi sering berantem, trus hubungan harmonisnya hilang deh. Gimana rasanya ya berbagi tempat tidur dengan orang selalu berantem sama kita?

Ini yang harus aku camkan…bahwa harga diri laki-laki sepertinya ditempatkan setingkat lebih tinggi dari perempuan. Suka atau tidak, adat kita di Indonesia menghalalkan hal itu.
Dalam keadaan seperti cerita diatas lantas dimana posisi si cinta itu? Apakah masih ada dalam kehidupan mereka.
Kalau cinta itu ada, kenapa si suami punya WIL? Taruhlah dia manusia biasa, mungkin saat itu imanya nggak cukup kuat menahan pesona yang ditebar si WIL itu. Fine, alasan yang masuk akal menurutku yang bukan subyek dalam masalah ini (kalo terjadi sama aku, mungkin ceritanya nggak jauh beda kali.ha.ha..)
Lalu, kalo istrinya benar-benar cinta, kenapa dia harus membalas suaminya dengan punya PIL? Apakah Cuma untuk menunjukan kalo gue juga bisa bikin apa yang elu bikin. Lantas apakah dia bahagia setelah membalas perbuatan suaminya. TIDAK! Dia tidak bahagia setelah partai revenge nya berhasil dengan sukses, tapi dia puas. Puas sudah menghianati orang yang dia cintai. Bukankah cinta itu tidak menghianati?

Seandainya si suami mencintai istrinya tanpa syarat, si suami nggak akan punya WIL, karena dia akan bisa mentoleransi kekurangan istrinya (ingat, no body is perfect).
Kalo si istri mencintai suaminya tanpa syarat, dia akan memaafkan penghianatan suaminya (sekali lagi, no body is perfect, orang bisa aja khilaf), dan dia nggak akan melakukann partai revenge yang cuma membuat rumah tangga mereka jadi semakin nggak damai.
Bukankah cinta itu memaafkan?

Mencintai tanpa syarat menurut aku berarti kita tidak membutuhkan kondisi tertentu yang kita tetapkan untuk seseorang sebagai syarat untuk mendapatkan cinta kita. Tidak ada istilah "kalau dia begini maka saya akan begitu". Mencintai tanpa syarat berarti kita bisa menerima kekurangan orang, juga berarti kita harus bisa memaafkan kesalahannya tanpa membalas, membagi kebahagiaan & impian kita dengannya.

Mencintai seseorang tanpa syarat tidak menjanjikan kebahagiaan buat kita, karena kita pasti akan mengorbankan perasaan kita demi cinta yang tanpa syarat itu. Seperti Bunda Theresa bilang, "mencintai yang sepenuhnya adalah memberikan cinta kita sampai kita merasa sakit, karena setiap saat kita memberikan cinta kita maka si pemberi cinta menyerahkan juga hatinya pada orang yang dicintainya".

Apakah kamu bisa memberikan hatimu tanpa mengharapkan balasan apapun, karena cinta tidak memerlukan syarat.

1 comment:

DanCE51208 said...
This comment has been removed by a blog administrator.